Piil Pesenggiri, Falsafah adat masyarakat Lampung

CULTUREFEATURED

Novitaria

10/25/20223 min read

Tandani Ulun Lampung, wat Piil-Pesenggiri

Mulia heno sehitung, wat liom khega dikhi

Juluk–Adok kham pegung, Nemui-Nyimah muakhi

Nengah-Nyampur mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi. (Adi-Adi/pattun Lampung).

Terjemahan (Bahasa Indonesia):

Tandanya orang Lampung adalah memiliki piil pesenggiri—

martabat itu penting, dengan rasa malu dan harga diri.

Juluk-adok kita pegang teguh, nemui-nyimah menjaga persaudaraan.

Nengah-nyampur—tidak individualistis—dan bergotong royong dalam bekerja.

Panttun/adi-adi ini menegaskan bahwa jati diri orang Lampung berakar pada Piil Pesenggiri. Ia bukan sekadar norma, melainkan napas kehidupan sosial yang diwariskan turun-temurun.

Asal Kata Piil Pesenggiri

Kata piil dalam bahasa Lampung berarti rasa malu, harga diri, atau kehormatan yang mesti dijaga, sedangkan pesenggiri menunjuk pada martabat dan jati diri. Maka piil pesenggiri dapat dimaknai sebagai falsafah tentang bagaimana orang Lampung menjaga diri dan kehormatan dalam kehidupan bermasyarakat.

Seiring masuknya Islam ke tanah Lampung pada abad ke-15 hingga ke-16, makna piil pesenggiri memperoleh dimensi spiritual. Nilai-nilainya sejalan dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga kemuliaan (‘izzah), menjunjung rasa malu (al-ḥayā’ min al-īmān), dan membangun kebersamaan dalam tolong-menolong (ta‘āwun ‘alal birri wat-taqwā).

Dengan demikian, meskipun berasal dari akar bahasa Lampung, falsafah ini berkembang selaras dengan pengaruh Islam yang sejak lama hidup bersama adat. Adat ibarat wadah, Islam menjadi ruh yang menghidupinya.

Makna Piil Pesenggiri

Piil Pesenggiri adalah falsafah hidup masyarakat Lampung yang menegaskan pentingnya harga diri, martabat, dan kehormatan. Dalam Kuntara Raja Niti—naskah adat klasik Lampung—disebutkan:

“Adat itu piil pesenggiri, tempat berpegangnya orang Lampung; siapa tiada memegangnya, tiada berguna hidupnya.”(Hadikusuma, 1989)

Bagi masyarakat Lampung, Piil Pesenggiri adalah jantung kehidupan sosial. Ia menjadi penuntun perilaku, sekaligus pengikat persaudaraan dan identitas.,

Empat Pilar Utama
  1. Juluk Adok – Gelar atau kehormatan yang diberikan kepada seseorang harus dijaga dengan perilaku yang pantas.

  2. Nemui Nyimah – Sikap ramah, terbuka, dan menghargai tamu.

  3. Nengah Nyappur – Kemampuan berbaur dan membangun persaudaraan dengan masyarakat luas.

  4. Sakai Sambayan – Semangat gotong royong dalam kehidupan sosial.

Versi Lima Pilar: Piil Pesenggiri sebagai Pilar Pertama

Ada pula pandangan lain yang menempatkan Piil Pesenggiri sebagai pilar pertama, sejajar dengan empat nilai lainnya. Versi ini menekankan bahwa Piil Pesenggiri bukan hanya payung falsafah, tetapi juga nilai konkret yang berdiri sendiri.

Struktur lima pilar:

  1. Piil Pesenggiri

  2. Juluk Adek

  3. Nemui Nyimah

  4. Nengah Nyampur

  5. Sakai Sambayan

Perbedaan empat dan lima pilar ini mencerminkan kekayaan interpretasi adat Lampung, namun esensinya tetap sama: menjaga martabat, kehormatan, dan solidaritas.

Catatan Budaya: Pantun dan Upacara Adat

Pattun (Adi-Adi) Lampung, seperti yang dikutip di awal artikel, bukan sekadar sastra lisan. Ia adalah media pendidikan moral dan alat pengikat adat. Dalam acara begawi adat (upacara besar seperti pernikahan, pemberian gelar, atau penyambutan tamu agung), pantun/pattun dilantunkan untuk:

  • Menyampaikan nasihat dengan indah dan halus.

  • Memperkuat nilai adat dan falsafah Piil Pesenggiri.

  • Menjadi sarana komunikasi antar generasi, agar anak muda memahami adat melalui bahasa puitis.

Selain pattun, praktik nyata Piil Pesenggiri juga tercermin dalam muakhi (ikatan persaudaraan adat), gotong royong membangun rumah, serta sikap ramah menyambut tamu dalam tradisi Lampung Pepadun dan Sai Batin.

Relevansi untuk Generasi Muda

Bagi generasi muda Lampung, Piil Pesenggiri bukan sekadar warisan, melainkan panduan hidup yang relevan:

  • Membentuk karakter bermartabat di tengah arus modernitas.

  • Menjaga kebersamaan di era individualisme.

  • Menguatkan identitas budaya yang tetap harmonis dengan nilai agama.

Memahami Piil Pesenggiri berarti merangkai jembatan antara tradisi leluhur, ajaran moral, dan tantangan zaman modern.

Penutup

Pantun adat Lampung yang berbunyi “Tandani ulun Lampung wat piil pesenggiri” menegaskan bahwa identitas orang Lampung berakar pada kehormatan dan martabat. Nilai itu tumbuh dari adat, namun juga beriringan dengan ajaran Islam yang sejak lama mewarnai kehidupan masyarakat.

Dengan menjaga Piil Pesenggiri, generasi Lampung sejatinya sedang merawat dua pusaka sekaligus: warisan leluhur dan nilai-nilai luhur keagamaan.

Daftar Pustaka

Kitab & Literatur Klasik

Kuntara Raja Niti (naskah adat Lampung, abad ke-17).

Hadikusuma, Hilman. Masyarakat dan Adat-Budaya Lampung. Bandung: Mandar Maju, 1989.

Hadikusuma, Hilman, dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung, 1977.

Penelitian & Artikel Modern

Febriana, Dita & Masya, Hardiansyah. “Konsep Piil Pesenggiri sebagai Falsafah Hidup Budaya Lampung terhadap Konseling Multi Budaya.” (2015).

Detik Sumatera Bagian Selatan. “Piil Pesenggiri, Pedoman Hidup Masyarakat Lampung yang Masih Melekat.” 12 Maret 2024.

Priamantono, dkk. “Falsafah Piil Pesenggiri dalam Pendidikan Islam.” Jurnal Kependidikan, Vol. 12 No. 2, 2024.

Marwan. “Ulun Lampung’s Philosophy of Life in Pantun.” JLPH, Vol. 4, No. 4, 2024.

Related Stories