Piil Pesenggiri, Falsafah adat masyarakat Lampung

CULTUREFEATURED

Novitaria

10/25/20223 min read

perempuan lampung yang sedang menapis
perempuan lampung yang sedang menapis
Tandani Ulun Lampung, wat Piil-Pesenggiri
Mulia heno sehitung, wat liom khega dikhi
Juluk–Adok kham pegung, Nemui-Nyimah muakhi
Nengah-Nyampur mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi. (Adi-Adi/pattun Lampung).

"Cirinya orang Lampung adalah memiliki Piil Pesenggiri
Kehormatan selalu diperhitungkan, memiliki malu dan harga diri
Juluk Adok kita pegang, nemui nyimah persaudaraan
Nengah nyappur tidak menutup diri, sakay sambayan dikerjakan"

Kutipan di atas adalah adi-adi/pattun Lampung yang menggambarkan tentang falsafah adat orang Lampung yang biasa disebut Piil Pesenggiri.

Kata Piil bersumber dari bahasa Arab yang berarti perilaku, dan Pesenggiri memiliki arti bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban.

Piil pesenggiri merupakan sistem nilai yang dipatuhi oleh masyarakat Lampung yang diberlakukan secara turun temurun, yang membentuk adat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi hingga akhirnya terbentuklah budaya seperti sekarang ini yang dapat dikatakan sebagai budaya piil pesenggiri (Fachrudin, dkk, 2003:12).

Ada beberapa pendapat mengenai unsur dan urutan dari piil pesenggiri, namun secara umum, berdasarkan adi-adi/pattun di atas, unsur piil pesenggiri terdiri dari (1) juluk adek (2) nemui nyimah, (3) nengah nyappur, (4) sakai sambaian

1. Juluk Adek

Secara tradisional, juluk adek merupakan pemasangan nama baru yang diberikan kepada seseorang saat beranjak remaja dan dewasa. Upacara pemberian juluk dan adek dianggap sakral, didukung oleh kerabat adat, keluarga, tetangga, dan sanak famili yang datang dari jauh. Arti dari juluk adek sendiri adalah menjaga nama baik dalam perilaku sehari-hari. Seseorang dianggap memiliki piil jika mampu menjaga nama baik dengan memperhatikan norma agama dan kesantunan dalam masyarakat. Juluk adek bukan hanya sekadar pemberian gelar, namun juga membawa tanggung jawab untuk menjaga perilaku yang baik dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Dengan demikian, juluk adek memiliki makna yang mendalam dalam masyarakat tradisional.

2. Nemui Nyimah.

Nemui nyimah terdiri atas “nemui” dan “nyimah”. Nemui yang berasal dari kata temui artinya tamu. Istilah tamu erat sekali dengan kegiatan saling memuliakan, saling menghormati (Fachrudin, 2009:7). Artinya, eksistensi seseorang dimulai dari mampu menghargai orang lain, dan dihargai oleh orang lain. Nemui nyimah juga memiliki makna rasa kepedulian sosial dengan sesama serta setia kawan. Falsafah nemui nyimah inilah yang menjadikan masyarakat Lampung secara umum memiliki sikap sangat memuliakan tamu, ini dapat dilihat jika kita berkunjung/bertamu, ataupun pada kegiatan-kegiatan di rumah orang Lampung, umumnya bagi anggota masyarakat Lampung yang masih kuat memegang tradisi ini akan sangat tampak tradisi memuliakan tamu dalam bentuk penyajian hidangan, yang tidak hanya memperhatikan apa yang dihidangkan, namun juga bagaimana sajian tersebut dihidangkan, itulah sebabnya banyak kerajinan Lampung yang dibuat oleh perempuan-perempuan Lampung zaman dahulu, untuk kebutuhan perkakas menyambut tamu, seperti seperah sulam bubut (kain panjang yang dihamparkan untuk hidangan dan disulam dengan tehnik tertentu) , tutup kue sulam usus, dll.

3. Nengah Nyappur.

Pandai bergaul merupakan terjemahan dari nengah nyappur. Dalam falsafah piil pesenggiri, secara umum nengah nyappur memiliki makna perilaku yang senantiasa hidup ditengah masyarakat , dan menyelesaikan sesuatu dengan musyawarah mufakat dan penuh rasa tanggung jawab. Perilaku inilah yang menjadikan masyarakat Lampung secara umum adalah masyarakat yang toleran, dan terbuka terhadap kelompok masyarakat lain. Sikap ini pula yang menurut beberapa pendapat menjadikan salah satu faktor Lampung menjadi daerah tujuan transmigrasi terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Kalaupun sekarang masih ada kasus konflik horizontal antara warga asli dan pendatang, namun persentasenya sangat kecil dan perlu dilihat lebih dalam akar masalahnya, krn jika kembali pada falsafah dasar masyarakat Lampung, justru bersikap terbuka dan mampu hidup berdampingan dengan masyarakat manapun (selama masih dalam konteks saling menghargai dan sifat-sifat dasar dalam bermasyarakat umumnya), menjadi bagian dalam piil pesenggiri masyarakat Lampung.

4. Sakai Sambaian

Sakai sambaian terdiri dari dua kata, yaitu kata sakai yang berasal dari kata akai yang artinya terbuka dan kata sambai atau sumbai yang artinya ‘lihat’, ‘amati’ dan ‘pelihara’ (Fachrudin, 2009:9). Sikap terbuka merupakan sikap yang sangat dibutuhkan untuk melakukan berbagai perubahan. Sakai sambaian juga diartikan sebagai sikap saling tolong menolong, dan saling menghargai satu sama lain. Sehingga dalam masyarakat Lampung, seseorang dianggap memiliki piil, ketika memiliki sikap saling tolong menolong dalam kehidupan bermasyarakat.

Melihat begitu banyak kebaikan dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam falsafah piil pesenggiri, maka diperlukan kearifan lokal bagi kita untuk menyikapinya, agar budaya yang baik ini dapat terus hidup dan mengakar di dalam masyarakat Lampung sebagai pemerkaya budaya nasional, dan juga menjadi identitas dan kebanggaaan masyarakat Lampung untuk membentuk jati diri sehingga mampu bertahan di tengah arus modernisasi dan globalisasi.

Sumber: https://alyntapis.com

Related Stories