Hakikat Sastra Lisan

EDUCATION

Novitaria

1/25/20232 min read

a group of people in traditional costumes and hats
a group of people in traditional costumes and hats

Sastra lisan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Melalui sastra lisan, nilai-nilai kebudayaan turun-temurun dapat dilestarikan dan dikembangkan. Kehidupan masyarakat tercermin dalam bentuk-bentuk sastra lisan seperti dongeng, cerita rakyat, lagu-lagu daerah, pantun, dan berbagai bentuk puisi lisan lainnya. Sastra lisan juga menjadi sarana untuk menyampaikan pengetahuan, tradisi, dan sejarah yang ada dalam suatu budaya. Dengan demikian, sastra lisan tidak hanya menjadi bagian dari kebudayaan yang hidup, tetapi juga memainkan peran penting dalam mempertahankan identitas dan memperkuat jati diri suatu masyarakat.

Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat (Jarkasi dalam Armina, 2013:18). Dalam kedudukannya sebagai sastra daerah, sastra Nusantara mencerminkan suatu nilai budaya yang dianut atau diemban oleh pendukung bahasa daerah tersebut. Nilai-nilai itu perlu diangkat ke permukaan agar maknanya dapat diserap oleh sebagian masyarakat. Hadirnya nilai-nilai budaya dalam sastra itu akan menguatkan kedudukan sastra dalam pandangan masyarakat, karena dalam kenyataannya, sastra bukan semata-mata berisi khayalan. Banyak di antara karya sastra mengandung ide yang besar, buah pikiran yang luhur, pengalaman jiwa yang berharga, pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat baik dan buruk, rasa penyesalan terhadap dosa, perasaan belas kasihan, pandangan kemanusiaan yang tinggi, dan sebagainya. Dengan kata lain, di dalam karya sastra itu terkandung nilai-nilai budaya (Edwar Djamaris, 1994: 15-17)

Pemanfaatan bahasa dalam sastra dapat dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Sastra lisan adalah salah satu bagian dari kebudayaan yang disampaikan melalui bahasa yang indah dari mulut ke mulut secara turun temurun. Sastra tradisional pada umumnya menggunakan bahasa lisan yang disebut tradisi lisan. Tradisi lisan dapat dinyatakan sebagai sastra lisan apabila tradisi lisan mengandung unsur unsur estetik (keindahan) dan masyarakat setempat juga menganggap bahwa tradisi itu sebagai suatu keindahan (Hutomo, 1991:95)

Ciri yang penting disebutkan tentang sastra lisan adalah bahwa ia bersifat statis, mengulang-ulang berbagai ungkapan saja. Buku The Singer of Tales tulisan Albert B. Lord (Lord, 1978) yang merupakan catatan dan laporan penelitiannya bersama Milman Parry di Yugoslavia menyatakan bahwa ungkapan yang berulang itu bukan karena penyairnya tidak kreatif, tetapi karena ia didesak waktu. Seorang tukang dendang (singer) harus menggubah (compose) dan mendendangkan langsung di depan khalayak (audience). Bahkan untuk beberapa genre, seorang tukang dendang harus mengarang (create) dan memainkan instrumen pengiring

Adriyetti Amir (2013) mengungkapkan bahwa sastra lisan dapat diartikan sebagai seni bahasa yang diwujudkan dalam pertunjukan oleh seniman dan dinikmati secara lisan oleh khalayak, menggunakan bahasa dengan ragam puitika dan estetika masyarakat bahasanya. Dengan ini kita dapat menyebutkan ciri-ciri atau identitas sastra lisan adalah: (1) Ia ada atau wujud dalam pertunjukan, dalam banyak kasus, diiringi dengan instrumen bunyi-bunyian bahkan tarian; (2) Unsur hiburan dan pendidikan dominan di dalamnya; (3) Menggunakan bahasa setempat, bahasa daerah, paling tidak dialek daerah; (4) Menggunakan puitika masyarakat bahasa itu

Pertunjukan sastra lisan mempunyai fungsi sosial bagi masyarakatnya, seperti mengaktifkan fungsi fatik bahasa, mengaktifkan komunikasi antar anggota masyarakatnya, membagi berita sosial, serta mensosialisasikan nilai sosial kepada anak-anak.

Related Stories