Asal Usul Orang Lampung: Jejak Sejarah, Bahasa, dan Dua Kerajaan Besar di Selatan Sumatra (Berdasarkan Sumber Sejarah)
BUDAYASEJARAH


Asal Usul dan Pembentukan Masyarakat Lampung
Penelitian arkeologi menunjukkan Lampung telah dihuni sejak prasejarah, dengan ditemukannya situs megalitikum di Pugung Raharjo, Seputih Banyak, dan Liwa. Masyarakat Lampung kuno sudah mengenal sistem sosial dan budaya yang mapan jauh sebelum pengaruh luar masuk.
Catatan Tiongkok dari Dinasti Tang (abad ke-7–10 M) menyebut wilayah To-lang-po-wang, yang diyakini sebagai Tulang Bawang, menandakan Lampung sudah terhubung dengan perdagangan internasional Asia Tenggara sejak awal Masehi.
Dua Kerajaan Besar di Lampung
1. Kerajaan Tulang Bawang
Tulang Bawang dikenal sebagai pusat perdagangan lada dan hasil hutan, tercatat dalam I-Ching dan arsip VOC abad ke-17.
Empat marga awal atau Megou Pak membentuk sistem adat Pepadun, yang menekankan musyawarah dan pengangkatan pemimpin melalui upacara adat (naik pepadun).
Islam pertama kali masuk melalui jalur ini, terutama lewat hubungan dagang dengan Banten dan Palembang.
2. Kerajaan Sekala Brak
Kerajaan Sekala Brak, yang menjadi cikal bakal masyarakat Saibatin, terletak di kaki Bukit Barisan (Liwa, Pesisir Barat).
Tambo menyebut kedatangan Empat Umpu dari Pagaruyung (Minangkabau) yang menaklukkan penguasa lokal Suku Tumi dan membentuk pemerintahan baru.
Tokoh perempuan Lampung, Si Bulan, muncul dalam beberapa versi tambo. Ia digambarkan sebagai tokoh lokal yang diangkat sebagai saudara dan diberi wilayah, kemungkinan sebagai simbol penghormatan atau diplomasi politik.
Beberapa versi lisan menyebut bahwa Si Bulan berasal dari Tulang Bawang dan sementara berada di barat karena alasan diplomasi atau hal lain (belum ditemukan catatan tertulis)
Kisah ini mencerminkan pertemuan dua arus budaya Lampung — antara barat (Saibatin) dan timur (Pepadun).
Aksara Lampung : Sumber gambar: https://budaya-indonesia.org


Aksara dan Bahasa Lampung
Lampung memiliki Aksara Lampung (Had Lampung), yang menunjukkan masyarakatnya sudah mengenal sistem tulis sejak berabad-abad lalu, berakar dari aksara Pallava India Selatan, yang menyebar melalui Kawi di Jawa, kemudian menjadi Rencong sebelum berevolusi menjadi aksara Lampung.
Bahasa Lampung terbagi menjadi dua dialek:
Api (A): dipakai oleh masyarakat Saibatin (pesisir barat), berkembang dari interaksi dengan bahasa pesisir dan Melayu.
Nyow (O): dipakai oleh masyarakat Pepadun (pedalaman), lebih konservatif dan dianggap lebih tua.
Perbedaan dialek bukan pemisah, melainkan jejak interaksi budaya antara pesisir dan pedalaman.
Islamisasi dan Pembentukan Adat
Islam masuk ke Lampung melalui dua jalur:
Barat (Saibatin): dibawa oleh Empat Umpu dari Pagaruyung.
Timur (Pepadun): melalui jalur perdagangan Banten di Tulang Bawang.
Kedua jalur ini berbaur dengan adat lokal, membentuk pola kehidupan masyarakat Lampung yang menghormati hukum Islam sekaligus menjaga tradisi adat, sehingga praktik keagamaan dan adat berjalan selaras tanpa saling meniadakan.
Saibatin menekankan kepemimpinan tunggal berbasis keturunan, sementara Pepadun menekankan musyawarah dan keterlibatan semua marga.
Tambo Wilayah Lain di Lampung
Selain Sekala Brak dan Tulang Bawang, tambo lain menyoroti:
Abung Siwo Migo (pedalaman utara)
Pubian Telu Suku (tengah)
Way Kanan & Way Seputih (jalur perdagangan)
Mereka memiliki sistem adat dan silsilah masing-masing, tetapi tetap saling terkait
Refleksi Akhir: Menghargai Keberagaman Sejarah Lampung
Sejarah Lampung bukan tentang satu kerajaan atau satu tokoh tunggal, melainkan jaringan hubungan yang kompleks antara berbagai kelompok, kerajaan, dan tokoh lokal. Dari Tulang Bawang hingga Sekala Brak, dari pedalaman Pepadun hingga pesisir Saibatin, semuanya menyumbang jejak identitas yang sama: Lampung.
Tokoh seperti Si Bulan, Empat Umpu, dan pembentuk marga-marga lokal mencerminkan kebijaksanaan, keberanian, dan keselarasan yang membentuk adat dan budaya.
Perbedaan dialek, adat, dan struktur marga bukanlah pemisah, tetapi cermin dari kekayaan dan keragaman Lampung.
Membaca sejarah Lampung dengan hati-hati dan reflektif mengajak kita untuk menghargai setiap kontribusi, mempertimbangkan semua versi tambo, dan melihat identitas Lampung sebagai mozaik yang utuh. Dengan cara ini, semua marga dan wilayah dapat merasa terwakili, dan generasi berikutnya dapat memahami akar budaya mereka dengan bangga dan harmonis.
Catatan Penulis
Tulisan ini menyajikan rangkaian cerita dan analisis mengenai asal usul masyarakat Lampung berdasarkan kombinasi sumber-tertulis (arsip sejarah, catatan asing, penelitian linguistik dan arkeologi) serta sumber lisan atau tambo (riwayat masyarakat, adat-istiadat yang diturunkan dari generasi ke generasi).
Beberapa poin berikut penting untuk diperhatikan:
Versi yang didukung bukti tertulis antara lain: catatan Cina dari abad ke-7 hingga ke-10 yang menyebut wilayah “Tolang po wang” yang diyakini sebagai bagian Lampung. tapislampung.com
Versi yang masih berdasarkan tambo/riwayat lisan antara lain: kisah tokoh “Si Bulan”, atau silsilah Empat Umpu dari Pagaruyung, yang belum ditemukan bukti tertulis independen yang lengkap untuk semua alurnya. tapislampung.com
Karena itu, pembaca diharapkan memandang bagian tambo/riwayat lisan sebagai “potensi sejarah yang sedang dalam kajian”, bukan sebagai fakta yang absolut.
Tulisan ini bersifat progresif dan terbuka: apabila ke depan ditemukan bukti baru—baik arkeologis, dokumen-tertulis atau hasil penelitian yang lebih kuat—maka interpretasi dan narasi dapat direvisi atau dilengkapi.
Penulis menghargai segala sumber, baik tertulis maupun lisan, sebagai bagian dari warisan budaya masyarakat Lampung — namun tetap mengajak pembaca untuk melihat narasi sejarah dengan sikap kritis, terbuka terhadap dinamika penelitian, dan menghormati keberagaman versi.
Semoga catatan ini membantu pembaca memahami kerangka dan konteks tulisan ini dengan lebih jelas.
Referensi dan Sumber
I-Tsing (Yijing), Nan-hai chi-kuei nei-fa chuan (abad ke-7)
VOC Archives (1693–1710), Toelangbawang en de peperhandel in Lampongsche Districten
Berg, C.C. (1920). De Lampoengsche Schrift en Haar Verwantschap met de Soematraansche Schriften
Hanawalt, C. (2007). Lampungic Languages and the History of Lampung
Walker, D. (1982). Linguistic Classification of the Lampungic Group
Dinas Kebudayaan Provinsi Lampung (2019). Tambo dan Adat Lampung
Situs pemerintah: tulangbawangkab.go.id, pesisirbaratkab.go.id, lampungbaratkab.go.id
